Ada sebagian kita yang mungkin bertanya, jika syaithan dibelenggu, lalu kenapa masih terjadi kejahatan dan maksiat di bulan Ramadhan? Ibnu Hajar al-Atsqolani dalam kitab Fathul Barri menukil pertanyaan ini sekaligus jawaban dari imam al-Qurthuby, yang mengunggulkan pemaknaan hadits ini secara zhahir. Yang artinya, syaithan memang benar-benar dibelenggu, bukan kinayah. Imam al-Qurthuby menyampaikan, ada tiga jawaban yang memungkinkan untuk menjawab pertanyaan ini.
Jawaban yang pertama, syaithan hanya dikekang dari menggoda orang-orang yang berpuasa dengan benar, yang memelihara segala syarat dan adabnya, aturan dan ketentuannya. Yang kedua, syaithan dibelenggu hanya sebagian saja, yaitu al-Marodhah, bukan semuanya, sebagaimana termaktub dalam sebagian riwayat hadits. Yang ketiga, maksud dibelenggunya syaithan adalah berkurangnya maksiat di bulan Ramadhan.
Dan ini adalah perkara makhshush, yaitu perkara yang dapat dia saksikan dimana terjadinya kejahatan dan maksiat di bulan Ramadhan lebih sedikit dibandingkan dengan selain Ramadhan. Karena tidak menjadi keniscayaan jika semua syaithan dibelenggu, lalu kejahatan dan kemaksiatan tidak akan terjadi. Hal ini terjadi karena ada penyebab lain selain syaithan yang mendorong terjadinya maksiat. Seperti hawa nafsu yang jelek, kebiasaan buruk, dan syaithan dari kalangan manusia.
Lalu Ibnu Hajar al-Atsqolani bahwa sebagian dari ulama berpendapat dibelenggunya syaithan di bulan Ramadhan merupakan isyarat kepada tidak diterimanya alasan mukallaf seakan dikatakan kepada mereka, ‘Syaithan sudah dibelenggu untuk tidak dapat menggoda kamu. Maka jangan mencari-cari alasan untuk meninggalkan amalan kebaikan atau untuk mengerjakan maksiat di bulan Ramadhan